Label

Jumat, 31 Desember 2010

Aku di Penghujung


Setahun yang cepat berlalu
Waktu berjalan tak mau menunggu
Hanya menyisakan memori lalu
Tak dapat kembali ke kisah dulu

Pengalaman adalah tinta kehidupan
Menggores cerita dengan warnanya
Hitam tak sama dengan putih
Semua meninggalkan kesan berbeda

Terlalu banyak tawa sehingga menghapus luka
Semua menyimpan makna
Bahkan duka tak selalu berbuah tangis
Kadang ku rindu hariku yang dulu

Setahun yang takkan pernah kembali
Dengan berjuta kisah yang takkan pernah pergi
Sudahkah kuberi yang terbaik?
Hingga tak ada tempat untuk sebuah penyesalan

Sudah saatnya ku ambil langkah baru
Walau hati ini masih ingin bersamamu
Namun impianku sudah menunggu
Takkan pernah ku lupakanmu
Dua Ribu Sepuluh

Dua Sisi


Akan selalu ada dua sisi yang saling mengisi
Bukan sekadar menggenapi, tapi melengkapi
Datangnya tak saling mengusik
Yang satu membuatku menghargai sisi yang lain
Tak ada yang datang sendiri

Kini aku tahu
Mereka bukan tak bisa sendiri
Tapi aku yang takkan pernah mengerti
Sisi yang satu membuat sisi yang lain terlihat indah
Cahaya takkan indah jika tak ada gelap
Bahagia takkan bermakna tanpa kesulitan
Semuanya berpasangan
Tak sendiri

Akan ada sisi yang lain setelah sisi yang satu
Akan ada sisi yang lain bersama sisi yang satu
 Namun hanya hati suci yang selalu meyakini
Meyakini hikmah dalam kisah
Karena Tuhan selalu menyisipkan hikmah dalam setiap langkah

Everlasting Happiness

When I 'trapped' in a new life
Nothing special that I felt
I just followed all my wills
Without caring what would I face

But somehow, it is my choise
Believe it's the saliant way
To fix everything that's wrong
Changing me be a better person

Now I reliaze this way are so hard
Many obstacles wait in front
Should I sacrifice all things that I love
To make me always survive

I always try to survive
Eventhough it's so hard
Let my self struggle
To make me survive undergo this path
and kill all my fears and doubts
Hope I do the true things
And in the end my journey
Hope I find everlasting happiness

But I'm so weak
I can't prolong this
Even want to escape leaving this
When I lost the directions
I'm not strong for stading here longer

Kamis, 30 Desember 2010

Tangis yang Terpendam


Inikah waktunya
Saat berjuta kekecewaan engkau ungkap
Hingga tak ada lagi alasan untuk bertahan
Karena kami telah melampaui batas

Inikah amarahmu, wahai negeriku
Inikah balasan bagi kami
Makhluk yang tak tau diuntung
Menyakitimu dengan tangan-tangan kotor
Mengkhianati amanah Tuhan untuk menjadi pelindungmu

Sudah terlambatkah kami untuk mengaku khilaf?
Sekarang aku rasakan sakitmu
Kecewamu terpatri jelas di hatiku
Sedih yang menyesakkan menguasaiku

Wahai negeriku
Berhentilah menangis
Hapus ragumu
Lihatlah berjuta pasang mata kecil itu!
Matanya berkilat penuh keyakinan
Di hatinya ada kobaran semangat

Negeriku
Tangan-tangan kotor ini akan mengangkatmu kembali
Bangkitlah negeriku
Harapan itu akan selalu ada

Anomali Hidup


Namanya impian, bukan mimpi
Hasrat yang terselip di relung hati yang tidak terjamah
Bergejolak dalam diamnya
Biarkan aku saja yang memahami bahasamu

Ini impian, bukan angan-angan
Nasibmu tak berbeda dengan quanta lain
Tak jarang yang menganggap tak ada meski kau substansi penting penyusun jagat raya
Tak apa.
Karena aku mengerti keluh kesahmu

Beruntung aku memilikimu
Navigator terbaik yang tak pernah salah menunjukkan jalan
Fatamorgana di tengah teriknya perjalanan tak mampu membodohimu
Walau kadang tak ada jalan pintas
Biarlah, asal aku tak salah melangkah

Tak ada yang mempercayaimu
Bahkan ketika angin telah mengabarkan ke penjuru alam
Dan raja siang telah bercerita dengan bahasa sinarnya
Haruskah aku mengatakannya dengan lantang pada dunia
Impianku bukan sebuah ketidakmungkinan
Aku akan besar dengan impianku

Tak peduli cibiran mereka
Aku hanya butuh waktu untuk mengungkap anomali hidup
Ketika semua teori berkata tidak, tapi jawaban Tuhan tetap sebuah misteri
Sang Maha Sempurna lah pemilik hak veto kehidupan
Masihkah kalian merasa ragu?

Rabu, 22 Desember 2010

Sosok Ibu


Ibu
Yang hatinya suci tak terkira
Penuh ketulusan tak terbalas
Yang wajahnya penuh peluh
Kerutan itu pertanda usiamu telah lanjut

Ibu
Yang senyumnya mengirimkan damai
Yang tangisnya menorehkan luka
Separuh diriku adalah dirimu
Menyatu dalam satu jiwa

Ibu
Tak pernah ada kata sayang yang kuucap
Tak pernah ada ciuman mesra yang kuberi
Namun cinta dalam hati ini begitu besar
Hingga tak ada bahasa yang bisa menafsirkan
Kan kuberi dengan caraku sendiri

Ibu
Kau selipkan harapanmu dalam diriku
Namun kau biarkan aku memilih
Kau simpan impianmu dalam hidupku
Namun kebahagianku lebih utama
Seolah hidupmu memang untukku

Ibu
Berjuta kata telah melukaimu
Tingkah ini banyak menyakitimu
Tapi apa pedulimu kepada dirimu sendiri
Seolah rasa sakit itu tak pernah ada

Ibu
Tak pernah aku sanggup membalas semua jasa
Tapi takkan aku sia-sia kan pengorbananmu
Bahagiaku kini adalah senyummu
Melihat kau tersenyum bangga kepadaku
Penuh kedamaian dalam usia lanjutmu

Ibu
Do’amu lah yang membuat langkah ini terasa mudah
Ridhamu lah yang menguatkan hati di kala gundah
Wajahmu lah yang menguatkanku di saat aku ingin menyerah
Hanya untukmu Ibu aku tetap berdiri

Ibu
Sang bidadari abadi
Yang cahaya yang tak pernah redup
Do’aku mengalir untukmu, pahlawan hidupku
Wahai Ibundaku tersayang

Sabtu, 18 Desember 2010

Allah dengan Rencananya, Manusia dengan Ikhtiarnya


Satu lagi hikmah besar yang disisipkan Allah di bumi-Nya hari ini (181210) dan Allah memilih kita untuk menjadi pelaku utamanya--Astika Anindiya, Citra Restia Yusri, dan Stanijuanita Marantika. Beruntunglah kita menjadi orang-orang terpilih untuk  bisa memahami lebih dalam tentang kebesaran Allah.
                Berawal dari tekad kami di kota romantis nan indah yang menyimpan berjuta kenangan, Jogjakarta. Di sana lah impian itu lahir dengan semangat berkobar untuk direalisasikan. Impian sederhana mungkin, tapi bagi kami itu impian besar -- Bioscope FK UNPAD 2010. Ternyata kami benar-benar menyimpan impian dan janji itu. Sampai setahun berlalu, entah impian itu mulai memudar atau tersembunyi dan tertimbun oleh impian-impian baru kami. Namun, impian itu seakan-akan menyeruak kembali, mengingatkan si empunya akan kehadirannya.
                Sampai hari ini tiba, hari yang kami ikrarkan setahun lalu untuk menjemput impian yang hampir terkubur. Ya hari ini, 18 Desermber 2010 adalah pelaksanaan penyisihan Bioscope FK UNPAD 2010. Tahun lalu kami gagal, tahun ini tak boleh terulang. Itu mungkin harapan kami bertiga. Dengan usaha terbaik yang kami miliki, kami siap berjuang untuk hari ini. Kami lalui soal-soal dengan jauh lebih baik dari tahun kemarin. Optimisme yang kami miliki memang tidak 100%, tapi harapan itu seakan-akan terbuka cukup lebar. Namun semuanya seakan-akan musnah saat kami menyadari sesuatu hal yang membuat sangat shock --mungkin hanya kita, Allah, dan beberapa orang lain saja yang tahu. Hal sepele yang sangat fatal. Hal kecil yang berdampak besar. Kalau saya berkata tidak menyesal berarti saya berdusta. Sungguh saya tidak pernah terpikir akan melakukan kecerobohan sepele seperti itu. Hanya penyesalan yang ada dalam diri saya saat itu. Berharap waktu akan kembali beberapa menit ke belakang, berharap masih ada waktu untuk memperbaiki kesalahan. Tapi percuma, waktu tidak bisa kembali, semuanya telah terjadi. Ini lah takdir. Takdir Allah swt.
                Pintu harapan seolah-olah tertutup, tinggal menyisakan sedikit celah saja. Impian itu seakan-akan sirna tak meninggalkan sisa. Tak ada harapan lagi. Namun, saya yakin pertolongan Allah bisa datang dari celah pintu yang sangat kecil itu. Akan selalu ada harapan bagi mereka yang memiliki keyakinan. Ya, saya selalu meyakini itu.
                Beruntung saya memiliki dua orang sahabat yang bisa saling menguatkan. Dibalik kekecewaan dan penyesalannya, kami tetap berjuang untuk mengukir senyum dan menguatkan yang lain. Saya tau itu tidak mudah. Butuh hati yang lapang dan keikhlasan untuk melakukannya. Entah mengapa saya teringat seseorang—Teh Nisaul Makhmudah, Murabbi’ah saya dua tahun ini. Terbayang senyum beliau bersama teman-teman sekelompok mentoring saya. Teringat kembali ketika kami duduk di pelataran Mesjid Salman ITB dengan penuh keharuan saat membahas materi tentang Ridha. Ya Ridha terhadap ketentuan Allah swt. Ridha yang artinya menerima semua ketentuan Allah setelah kita berikhtiar maksimal. Bukankah ini saatnya saya harus mempraktikan materi itu? Apa bedanya saya dengan orang-orang yang belum mengikuti mentoring jika saya tidak mengaplikasikan ilmu yang sudah saya tahu. Seketika itu perasaan malu menguasai. Malu kepada diri saya sendiri yang telah mengutuki kesalahan saya dan terlebih malu kepada Allah. Tidak cukupkah nikmat yang telah dititipkan Allah kepada saya? Nikmat iman, keluarga yang sangat mencintai saya, sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu menguatkan, dan orang-orang yang pernah singgah di kehidupan saya dengan membawa banyak kebaikan. Apakah satu kegagalan cukup membuat saya kecewa setelah kebaikan yang telah diberikan Allah yang tidak terhitung banyaknya?

               Hari ini saya gagal, tapi saya merasa menang. Hari ini saya kecewa, tapi saya bahagia. Satu lagi skenario Allah yang penuh hikmah dan saya sangat bersyukur dipilih untuk mengalaminya.