Label

Jumat, 20 Januari 2012

Pertolongan Allah itu...

Bismillahirrahmanirrahim...

Segala puji teruntuk Allah swt. yang senantiasa menyertai dalam setiap langkah, mengetahui setiap yang nampak maupun yang hanya terbersit di dalam hati, yang Maha Sempurna dan menguasai setiap diri yang kecil ini.

Light in the dark. Karena di setiap langkah pasti terselip hikmah. Begitu juga kehidupan baru saya di FK, melimpah hikmah, jika kita mencoba membuka diri untuk menyadarinya. Di sini, saya ingin berbagi sedikit cerita di kampus baru, tentang ujian.


Ujian mungkin selalu terdengar horror, menegangkan, bahkan lebih memacu adrenalin dibandingkan wahana Tornado dan Histeria di Dufan. Di sini beda, tidak hanya memacu adrenalin, tapi menguji kesabaran, ketahanan fisik, dan juga mental. Ujian tiga minggu memang tantangan baru untuk saya, dan tiga tahun ke depan akan terus berulang seperti itu.

Di sini ada dua jenis ujian praktik, SOOCA (lebih cocok SOCA, bukan SOOCA) dan OSCE.

SOOCA (Student's Oral Objective Case Analysis), ujian presentasi yang selalu terasa menegangkan walaupun sudah beberapa kali mengalami. Kenapa lebih cocok SOCA (dengan satu "O")? Karena ujian ini sangat jauh dari OBJEKTIF, ya sangat subjektif. Banyak faktor-faktor yang membuat ujian ini tidak lagi objektif. Faktor case yang didapat, faktor mental (tegang dll), faktor penguji, bahkan faktor urutan pun cukup menentukan. Awalnya saya berpikir "Ya siapin aja yang terbaik, toh kalau kita udah bener-bener menguasai semua case, siapa pengujinya ga masalah kan?". Dan sekarang saya tidak sepenuhnya setuju dengan statement tersebut. Banyak faktor-faktor yang berada di luar kendali kita yang menentukan hasil SOOCA. Kita sebatas bisa berusaha maksimal dan berdo'a memohon yang terbaik, lepas dari itu tinggal bertawakal dan ikhlas dengan semua rencana Allah. Itu aturan mainnya.

Pengalaman SOOCA pertama saya dua bulan yang lalu penuh dengan hikmah. Ujian pertama di FK membuat saya bingung bahkan "tertekan". Masa adaptasi. Belum terlalu paham aturan mainnya, tiba-tiba sudah dihadapkan pada ujian yang bertubi-tubi. Penguji di SOOCA pertama saya adalah dr.Eko dan dr.Silvyta, dokter-dokter muda yang sangat baik dan ramah. Alhamdulillaaah ^^, Hal itu membuat saya cukup tenang saat presentasi dan ternyata saya selesai presentasi sebelum bel-tanda-waktu-habis berbunyi.

dr.Eko: "Sudah selesai? Ada yang mau ditambahkan?"
Sy: "Wah biasanya kalau pertanyaan kaya gitu berarti ada yang kurang."
       (Pandangan saya menelusuri lima lembar kertas flipchart yang tertempel di whiteboard.)
      "Lengkap. Kayanya udah dijelasin semua." (Akhirnya saya "membatu" sekitar satu menit. Sampai sekitar satu menit terakhir sebelum bel berbunyi..........)
      "Astagfirullaaaah... BHP, PHOP, Lab Act belum dijelasin!!" (Panik. Dan akhirnya saya menjelaskan di menit-menit akhir yang tersisa dengan cukup gugup)

Hikmahnya?
Coba pikirkan, siapa yang bisa membuat saya tiba-tiba ingat belum menjelaskan BHP, PHOP, Lab Act di menit-menit terakhir sehingga batal kehilangan sekitar 15 poin? Tiba-tiba saja ingatan itu datang berkelebat di pikiran saya. Subhanallaaaah.. Pertolongan Allah itu pasti, kawan. Dengan cara yang tidak disangka-sangka, dan waktu yang selalu tepat.

                                                                                                                                              

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ* إِذْ يَتَلَقّى الْمُتَلَقّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشّمَالِ قَعِيدٌ * مّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya; (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan (seseorang) melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” [QS. Qaaf : 16-18].

Manusia Paripurna

Bismillahirrahmanirrahim...

"Semoga bisa menjadi sebaik-baiknya manusia yang dirindukan saat telah tiada kelak."
                                                                                                                                    

Sebuah do'a dari seseorang di hari milad saya yang sangat menyentuh dan menyadarkan. Sebuah kalimat do'a itu berhasil membuat saya merenung dan berpikir "akan jadi apa saya nanti?". Jawabannya bukan sekadar jadi insinyur, dokter, arsitek, atau profesi-profesi semacam itu, tapi akan seperti apa saya saat telah tiada. Adakah sisa-sisa kebaikan yang tertinggal? Adakah orang-orang yang merindukan sosok kita karena rindu akan kebaikan kita? Adakah yang menangis karena kehilangan hangatnya kasih sayang kita?

Ternyata hal tersebut tidak terlepas dari satu kata, MANFAAT. Pantas saja diungkapkan dalam hadits "Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain". Ternyata kata MANFAAT adalah kata sakti yang sarat makna. Bermanfaat berarti menebar kebaikan. Membantu meringankan beban saudara kita. Membuat yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak mengerti menjadi paham. Menginspirasi untuk menjadi lebih baik.

Sudah seberapa bermanfaat kah diri kita? Apa saja yang sudah kita beri untuk orang lain? Adakah karya terbaik yang sudah kita dedikasikan untuk lingkungan sekitar?

Semoga kita bukan manusia yang banyak menuntut untuk kepentingan diri, tapi menjadi manusia yang menebar banyak kebaikan di muka bumi. Sehingga saat raga sudah tiada, jiwa ini masih dirasakan kehadirannya dengan berjuta manfaat yang tak kunjung sirna. Aaamiiiin...

Kamis, 19 Januari 2012

Di Mana Ranah Kontribusi Saya?

Bismillahirrahmanirrahim..

Hari ini hari terakhir UAS semester1. Alhamdulillah setelah 3 minggu melulu berkutat dengan slide, bermacam-macam draft, soal-soal, akhirnya hari ini bisa melupakan dulu tuntutan akademik seperti itu, lumayan laah walau cuma seminggu.


Tidak terasa ternyata sudah lebih dari empat bulan saya berubah status dari siswa menjadi MAHAsiswa, berubah tempat tinggal, apalagi rutinitas keseharian yang benar-benar berbeda saat saya masih berseragam putih-abu. Minggu demi minggu dilalui dengan jadwal lecture, tutorial, skills lab, lab act, CRP, LI, kadang ada juga jadwal pulang ke Bandung yang bisa jadi sarana "charge" semangat yang tak bisa dihindari untuk fluktuatif. Ternyata begitu padat rangkaian jadwal-jadwal mingguan yang mau-tidak-mau harus dilalui.


Ini konsekuensi. Saya tahu itu. Mungkin hanya motivasi kuat yang bisa membuat saya menjalaninya dengan HATI. Ya sejauh ini saya menikmati atau minimal mencoba menikmati setiap langkah saya di sini. Mencoba untuk tidak menganggapnya menjadi sebuah beban, tetapi tanggung jawab yang kita jalani dengan sepenuh hati.


Hari ini, setelah saya mencoba melupakan sementara kehidupan super hectic itu, ternyata saya malah merasa ada yang hilang. Yang dulu pernah saya rasakan tetapi sekarang tidak ada. Bukan kehilangan passion untuk ada di FK, tapi sesuatu yang lain.


Saya kehilangan "kesempatan" untuk memberi manfaat. Bukan. Bukan kehilangan, tapi lebih tepatnya kebingungan mencari ranah yang tepat. Mengapa semuanya terasa dilakukan untuk kepentingan saya? Mungkin ada yang berpendapat bahwa perjuangan sekarang untuk kepentingan orang lain (baca: pasien) kelak. Tapi saya tidak mau kelak, saya ingin sekarang. Tidak bisakah saya memberi manfaat mulai dari hal-hal kecil, mulai dari sekarang? Bahkan dulu saya merasa bisa memberi lebih banyak dari sekarang. Sekarang saya belum (semoga belum, bukan tidak) bisa memberi banyak manfaat baik di sini, apalagi di sana.

Yang tidak saya suka adalah keberadaan saya di sini kadang jadi pembelaan tidak ikut sertanya saya untuk membantu teman-teman seperjuangan saya di sana. Dulu kami berjalan bersama. Dulu setidaknya saya merasa ada bersama mereka walau dengan peran yang tidak begitu besar. Dulu saya ikut merasakan pahitnya "kegagalan" sampai manisnya buah kerja keras bersama. Dulu saya BERSAMA mereka.

Tidak untuk sekarang. Saya kehilangan ranah untuk berkontribusi. Entah saya terlalu mudah menyerah untuk mencarinya, karena sebenarnya pasti ada tempat untuk berbagi. Tapi memang itu yang saya rasakan belakangan ini. Saya seperti sedang "menonton" lewat layar kaca teman-teman saya yang sedang berjuang. Tanpa memberi kontribusi fisik yang berarti. Saya hanya penonton, kadang jadi figuran yang tidak bisa memberi banyak.

Entah bagian mana yang harus dibenahi, tapi saya yakin ada yang harus diperbaiki. Saya tidak mau dikuasai satu hal dengan tidak mengindahkan hal yang lain.

                                                                                                                                     
Percayalah kawan... 
Saya ingin selalu berada di barisan itu
Berangkulan menghadapi apa pun yang ada di depan
Tidak takut, karena kita bersama
Tidak putus asa, karena kita dibersamai Allah
Percayalah kawan, saya selalu ingin ada untuk kalian dan mereka.