Kini
alam tak sedang sepi. Langit tak menunjukan sedikit pun gurat kesedihan. Pun
awan yang selalu membawa bahagia. Kuningnya lukisan di langit dunia senja ini
membawa kabar duka. Bukan duka, tapi ia membawa hawa dingin yang menusuk. Entah
apa, tapi ia membekukan. Perlahan langit bertambah pekat. Berkas sinar
kemerahan itu perlahan hilang, tapi tidak untuk sebersit gundah. Saat ini ia
melekat. Erat. Dengan jutaan tanya yang bahkan memilih setia untuk sendiri.
Angin
senja menghentikan tarian-tarian anggun bunga lily putih, seakan ia sedang
berduka. Burung gereja yang biasanya riang dengan nyanyian merdunya pun kini
tak ada lagi. Tinggallah ia yang sendiri. Memaksa diri untuk diam di sarangnya
yang begitu nyaman. Bukan, ia bukan tak mau terbang menjamah langit dunia. Jika
boleh memilih, mungkin ia ingin menjadi kupu-kupu saja. Menjijikkan pada
awalnya, tapi kini ia indah. Kehadirannya dinanti oleh ratusan makhluk cantik
bermahkota indah. Kepompong memang bukan fase mudah, tapi bahkan ia bersedia
untuk itu. Sayangnya tak ada fase kepompong untuk burung kecil.
Kini
matanya menyimpan jutaan perasaan tak terungkap. Mungkin ia lelah, tapi ia tak
mau terlihat lemah. Pintanya hanya ingin terbang. Tak peduli jika tangkasnya
tak sebaik burung merpati. Tak masalah jika tariannya tak secantik burung
elang.
Ia
hanya khawatir, bukan kehilangan harapan. Karena harapan lah yang menjadi
kekuatannya hingga saat ini. Dan kasih sayang-Nya yang menjaga harapan-harapan
itu selalu bersemi :’)